Share this story

PSG berhasil menang piala Coupe de France beruntun, berkat gol bunuh diri Cissokho

paris-saint-germain-manager-unai-emery-1 (1)

Anggap saja kemenangan dengan jerih payah, hoki, atau apalah.

Bagi Paris Saint Germain, menang tetap menang.

Tim ibukota ini berjaya di final Coupe de France hari Sabtu lalu, mengalahkan Angers 1-0, berkat gol bunuh diri oleh bek, Issa Cissokho.

PSG kehilangan beberapa kesempatan untuk mencetak gol di babak pertama, dan Edinson Cavani kehilangan peluang-peluang untuk mencetak gol.

Tapi keberuntungan, atau mungkin berkah, datang untuk PSG di menit ke-91, saat Cissokho memasukkan bola ke gawangnya sendiri.

Dengan itu, PSG meraih trofi untuk tahun ketiga berturut-turut, saat itu juga memberikan kelegaan pada kampanye yang mengecewakan, saat gelar juara Ligue 1 mereka direbut oleh Monaco, dan tersingkir dari Liga Champions oleh Barcelona, di babak 16 besar.

Itu pelipur lara bagi pelatih, Unai Emery, yang telah memenangkan tiga piala dalam musim pertamanya di klub.

PSG memasuki Stade de France penuh kepercayaan diri, setelah mengalahkan lawan 2-0 dua kali di Ligue 1, tapi kali ini mereka mengalami kesulitan.

Skuad Stephane Moulin tampaknya benar-benar menghadang PSG, tapi mereka hanya kurang beruntung dan tidak mendominasi.

Sundulan Cissokho setelah tendangan sudut Angel di Maria masuk ke gawang lawan, yang membuat syok Angers dan fans mereka.

Blaise Matuidi seharusnya bisa membuat PSG unggul dalam 12 menit pertama, sesudah operan dari Di Maria, tapi tendangan rendahnya dihalang oleh kiper Angers, Alexandre Letellier.

Lalu Cavani membuat ancaman dengan sundulan tapi itu langsung ditangkap oleh Letellier, yang juga menghadang tendangan Cavani beberapa menit kemudian.

Angers juga membuat ancaman di menit ke-27, tapi tendangan setengah volley Nicholas Pepe kena tiang.

Sesudah pertandingan, perhatian tertuju pada Matuidi, yang dirumorkan akan pindah ke Manchester United.

Tapi sesudah PSG memenangkan gelar Coupe de France, dia agaknya meredamkan rumor itu.

“Saya merasa baik di Paris,” kata playmaker yang juga pemain internasional Prancis ini.

Matuidi juga menambahkan bahwa PSG terbuka pada segalanya tentang statusnya, dan dia masih menunggu keputusan.

Apapun yang terjadi di masa depan, Matuidi, 30, akan selalu menganggap PSG sebagai “klub kesayangan saya”.

Menurutnya itu akan selalu begitu, tapi saat ini, dia dan sisa skuad menikmati manisnya kesuksesan terakhir mereka.