“Come on MU, do it for Manchester.” (“Ayo, MU, menangkan untuk Manchester.”)
Pada spanduk paling menggugah yang berkibar selama final Manchester United-Ajax di Liga Europa hari Kamis lalu mengatakan semuanya.
MU, yang terinspirasi oleh dukungan emosional itu, melakukannya, dengan mengalahkan Ajax 2-0 dan menjuarai turnamen untuk pertama kalinya dalam sejarah berwarna mereka, di Friends Arena di Stockholm.
Dengan kejayaan yang hadir bersama kemenangan, masih diwarnai oleh serangan bom hari Senin lalu selama konser Ariana Grande di dalam kota, yang merenggut 22 jiwa, kebanyakan diantaranya pemuda, dan melukai 59 orang.
Paul Pogba dan Henrik Mkhitaryan mencetak gol yang mengamankan kemenangan dan memberikan MU slot ke Liga Champions musim depan.
Terlebih lagi, kemenangan itu agaknya mengobati luka setelah kejadian tragis yang mengguncang kota bersemangat itu, sesudah seorang pembom bunuh diri merusak konser riang oleh pop idol/aktris ternama Amerka, yang membuat keajaiban dengan hits-nya seperti Problem, Break Free, Bang Bang, Focus, The Way, dan One Last Time.
Ada mengheningkan cipta untuk menghormati mereka yang jatuh korban, dan masih dalam pemulihan, sebelum kick-off di depan penonton yang riuh tapi penuh hormat.
Dan sebelum pertandingan dimulai, pelatih MU, Jose Mourinho, yang memenangkan Liga Europa terakhirnya tahun 2003 silam, memotivasi pemainnya untuk melupakan tragedi di kandang dan tetap fokus pada laga.
Mereka menurutinya, lalu waktunya bekerja untuk Red Devils.
Pogba melesatkan strike 18 menit sesudah laga dimulai, saat dia menerima assist dari Marouanne Fellaini di sisi box, lalu melesatkan tendangan kaki kiri yang mengelak Davinson Sanchez, dan melingkar melewati kiper Ajax, Andre Onana.
Di menit ke-48, tendangan sudut Daley Blind digiring oleh Chris Smalling, dan Mkhitaryan menerjangkan bola ke dalam atap gawang, sebagai penebusan atas penampilan buruknya di babak pertama.
Ajax, yang bermain di final Eropa pertama sejak kalah dari Juventus di Liga Champions tahun 1996, mencoba untuk tetap dalam laga, tapi itu bukan malam terbaik mereka, karena dewa sepakbola agaknya campur tangan agar MU meraih kemenangan yang sangat dibutuhkan.
Kapten, Wayne Rooney, dimainkan di akhir laga, yang bisa jadi adalah laga terakhirnya untuk klub, saat MU menghadiahkan Mourinho piala dalam musim pertamanya sebagai pelatih, dan lebih siginifkannya untuk fans di kota asal dalam masa duka mereka.
Ini bisa jadi keberhasilan yang sepenuhnya menggembirakan bagi MU, yang juga memenangkan Piala Liga musim ini, tapi tindakan pengecut ini di konser, seperti yang dikatakan Peter Bosz, pelatih Ajax, “merenggut keindahannya”.
Pada akhirnya, bisa kita bilang bahwa hadiah paling berharga yang MU dapatkan bukanlah membawa pulang piala ataupun meraih kelolosan ke Liga Champions.
Kemenangan itu dengan kuat menunjukkan bahwa semangat masyarakat Manchester tidak terpatahkan oleh kekerasan atau teror dalam bentuk apapun.
Bagi MU, fans mereka dan Manchester secara menyeluruh, itu kemenangan dari tentangan.